Belajar fisika cenderung menjadi suatu hal yang tidak menyenangkan bagi kebanyakan siswa. Materi pembahasan yang sulit, rumus-rumus yang bervariatif dan begitu banyak persoalan fisika yang harus diselesaikan di lembaran-lembaran kertas menjadikan siswa merasa jenuh. Penyampaian materi melalui ceramah dan penyelesaian soal saja tidak cukup untuk membuat siswa merasa tertarik mempelajari fisika. Lalu bagaimana kita bisa mengharapkan siswa memahami konsep dari materi yang kita sampaikan tersebut?
Pusat Riset STEM Unsyiah mencoba menerapkan pembelajaran fisika topik Listrik Dinamis melalui pendekatan model ISLE-Based STEM di SMA Laboratorium Syiah Kuala. Kami memulai proses pembelajaran tersebut pada pukul 14.00-15.30 Wib. Itu merupakan waktu yang kurang efektif bagi siswa untuk belajar sains. Namun kami mendapatkan hasil yang mengejutkan. Ternyata siswa menjadi lebih antusias dan bersemangat mempelajari topik listrik dinamis tersebut menggunakan pendekatan model ISLE-Based STEM.
STEM Merupakan suatu pendekatan (approach) yang digunakan dengan mengintegrasikan Sains, Teknologi, Engineering dan Matematika dalam proses pembelajarannya. Dalam hal ini fisika mewakili ilmu sains yang dipelajari siswa. Teknologi berupa props atau alat pendukung lainnya untuk membantu siswa dalam memahami konsep materi yang diajarkan. Uniknya pendekatan ini juga melibatkan engineering proses di dalamnya. Siswa dilatih untuk mendesain, merangkai, menggambar dan kegiatan lainnya sehingga siswa paham prosedur untuk menyelesaikan problem. Matematika sendiri merupakan tool yang dipakai untuk menyederhanakan konsep sains itu sendiri dalam bentuk yang lebih sistematis dan matematis.
Sedangkan ISLE merupakan sebuah model yaitu Investigative Science Learning Environment dimana kegiatan pembelajaran menggunakan model ini melibatkan pengembangan siswa melalui ide-ide mereka sendiri yang diperoleh melalui tahapan mengamati fenomena dan mencari pola, mengembangkan penjelasan untuk pola-pola tersebut, menggunakan penjelasan untuk membuat prediksi tentang hasil percobaan pengujian, memutuskan apakah hasil percobaan pengujian konsisten dengan prediksi, merevisi penjelasan jika perlu, dan mendorong siswa untuk berpikir layaknya ilmuan dan mampu menjelaskan pemahaman mereka terhadap apa yang telah mereka amati dan pahami. Tahapan-tahapan dalam sistem pembelajaran ISLE membantu siswa dalam mengembangkan representasi produktifitas untuk penalaran kualitatif dan untuk pemecahan masalah.
Kelas yang menerapkan pembelajaran menggunakan pendekatan ISLE-Based STEM tidak akan ditemukan siswa yang duduk mendengarkan penyampaian materi atau masing-masing siswa menyelesaikan soal dibuku catatan mereka. Pembelajaran ISLE-Based STEM ini justru dilakukan dengan membentuk kelompok kecil dan masing-masing kelompok diberikan suatu media berupa props/alat peraga, Kertas/karton/papan tulis kecil, spidol, dimana setiap hasil pengamatan, hasil eksperiman, konsep yang mereka temui didiskusikan bersama-sama teman/tim dan ditulis pada media tersebut lalu hasil yang mereka peroleh disampaikan kepada teman-teman lainnya, hasil pemnyampaian tersebut akan menjadikan diskusi menjadi luas dan guru bertindak sebagai pemantau dan sebagai pemicu siswa dalam berpikir kritis terhadap teori yang mereka peroleh. Tentu saja pembelajaran seperti ini sangat sesuai dengan pembelajaran abad 21 yang menuntut adanya 4C (Critical Thinking, Creative, Collaborative, and Communicative). Namun terlepas dari apapun capaian yang ingin kita peroleh melalui pembelajaran, tetaplah berupaya menjadikan pembelajaran itu sendiri menyenangkan bagi siswa. Sehingga siswa tidak lagi memandang proses pembelajaran itu sebagai suatu bentuk keterpaksaan yang tidak menyenangkan.